Wing Kardjo

(1937—2002)
Pengarang

Wing Kardjo terkenal sebagai penyair, nama lengkapnya Wing Kardjo Wangsaatmadja, lahir di Garut, Jawa Barat, tanggal 23 April 1937. Sampai akhir hayatnya (Wing Kardjo meninggal di Jepang 19 Maret 2002, ia menjadi guru besar Sastra Indonesia di Universitas Tenri sejak 1991) ia masih membujang. Catatan H.B. Jassin tentang Wing Kardjo adalah berikut ini.

Wing Kardjo, atau yang dalam cacatan H.B. Jassin disebut Wing Kardjo Wangsaatmadja, makin tampak sering masuk kelompok penunggu-penunggu kafe di Taman Ismail Marzuki, bersama sejumlah seniman-seniman bujangan lain. .... Dan dari situ profil seorang Wing Kardjo, penyair membujang. (Kompas, No. 123, Tahun. VIII, 1973, halaman 5, dalam artikel "Wing Kardjo Wangsaatmadja: Penyair antara Garut dan Sorbonne").

Tahun 1959 ia pindah ke Jakarta, selama tiga tahun, untuk mengikuti kuliah B-1 Prancis. Kemudian, ia pergi ke Paris pada tahun 1965, selama lima tahun, untuk mengikuti kuliah Diplome de Litterature Francaise pada Universitas Sorbonne. Sekembalinya dari Prancis, ia tinggal di Bandung dan melanjutkan kuliahnya di Jurusan Prancis, Fakultas Sastra, Universitas Padjadjaran, dan tamat tahun 1973. Selama di Bandung ia pernah bekerja sebagai guru SMA dan mengajar di Seskoad. Selain di Bandung, ia juga sering pulang-pergi ke Jakarta untuk mengajar di Lembaga Pendidikan Kesenian, Jakarta. Usahanya untuk belajar tidak sekadar sampai sarjana saja. Dia melanjutkan kuliah di Universitas Paris VII dan menyelesaikan program doktornya tahun 1981. Judul disertasinya "Sitor Situmorang: La Vie et l'oeuvre d'un Poete Indonesien". Setelah kembali dari Paris, untuk ke almamaternya, Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran. Di Fakultas itu, ia pernah menjabat sebagai Pembantu Dekan di Bidang Kemahasiswaan.

Selain itu, ia pernah menjabat redaktur kebudayaan di surat kabar Indonesia Express dan redaktur surat kabar Indonesia (Khatulistiwa). Pada tahun 1977 ia mengikuti Festival Penyair Internasional di Rotterdam, Belanda. Pada festival tersebut, ia membacakan puisi bersama penyair-penyair dari negara lain. Dalam festival itu ikut juga penyair Indonesia lainnya, seperti Abdul Hadi W.M., Ajip Rosidi, Taufiq Ismail, dan Sutardji Calzoum Bachri.

Selain menulis sajak, ia juga menulis esai dan wawancara. Tulisan-tulisannya itu dimuat dalam majalah Budaja Djaja, Archipel, dan beberapa media cetak lainnya.

Kumpulan sajaknya yang pertama berjudul Selembar Daun, diterbitkan oleh Pustaka Jaya tahun 1974 dan berisi puisi yang ditulisnya selama dua belas tahun. Puisi-puisi yang dimuat dalam buku itu semula tersebar dalam berbagai media cetak di Indonesia selama ia tinggal di Prancis. Pada tahun 1975 terbit buku kumpulan puisinya yang kedua yang berjudul Perumahan dan diterbitkan oleh Budaya Jaya. Kumpulan sajaknya yang terbaru berjudul Fragmen Malam, terbit tahun 1977 oleh Pustaka Jaya.

Selain sebagai penyair, Wing Kardjo juga terkenal sebagai penerjemah. Hasil terjemahannya dalam bahasa Indonesia yang berasal dari kumpulan puisi Prancis berjudul Sajak-Sajak Modern Perancis dalam Dua Bahasa (Anthologie Bilingue de la Poezie Moderne Francaise) diterbitkan oleh Pustaka Jaya. Selain itu, ia juga menerjemahkan karya Antonie de Saint Exupery dengan judul Pangeran Cilik dan terbit tahun 1979.

Beberapa orang pernah membicarakan karya-karyanya antara lain seseorang berinisial DIHA. Dia membuat esai tentang Wing Kardjo yang dimuat dalam surat kabar Swadesi, Nomor 1519, Tahun XXIX, Minggu, 7-13 Oktober 1997, halaman XIX, kol 1-4, dengan judul "Wing Kardjo, Nyanyian Lelaki yang Lelah". DIHA berpendapat bahwa kehidupan Wing Kardjo yang dapat menimbulkan kekaguman dalam hati penyair Indonesia lainnya. Hasil karya Wing itu telah membuktikan bahwa dia seorang pengembara sejati yang telah berkeliling dunia. DIHA menyimpulkan bahwa dalam usianya yang makin senja itu, Wing Kardjo tampak masih tetap bersemangat dalam kepenyairannya.

Subijantoro Atmosuwito (1972), menyatakan bahwa Wing Kardjo mendapatkan inspirasi dari pemandangan alam yang indah terutama dari pengalamannya selama bermukim di Prancis. Dia lebih banyak dipengaruhi oleh penyair-penyair asal Perancis seperti Charles Baudelaire. Salah satu sajaknya yang berjudul "Dari Pont Beaux-Arts" telah mengingatkan pembaca pada puisi Baudelaire yang berjudul "Le Spleen de Paris (Empedu Kota Paris)".

Herman Ks. (1980) pernah mengulas sajak Perumahan mengatakan bahwa kumpulan puisinya yang kedua itu masih hampir sama dengan yang pertama, yaitu sekitar penggambaran perasaan hati yang resah karena keinginan hatinya yang tidak pernah tercapai. Kehidupannya yang selalu digumuli dengan perasaan duka cita tersirat dalam puisi-puisinya. Dengan kumpulan puisinya ini Wing Kardjo memperoleh penghargaan dari Pusat Bahasa tahun 1998.

Ciri khas Wing Kardjo tersirat dalam tanggapannya ketika ia menangkis kritikan H.B.Jassin. Wing Kardjo menyatakan bahwa ia mengarang terlepas dari faktor luar. Dia berpendapat bahwa orang luar tidak berhak mendikte ketika ia membuat puisi, orang lain tidak boleh menuntut kepada dirinya karena apa yang keluar dari pikirannya ditentukan oleh dirinya sendiri. Wing juga menerangkan bahwa puisi-puisinya merupakan hasil rekaman mimpi oleh otak yang rusak. Hal itu merupakan bayang-bayang dan bukan pengetahuan. Dia menyatakan bahwa puisi-puisinya hanya mampu menyinggung masalah secara umum dan tidak bisa menunjuk sesuatu atau seseorang. Kekhasan Wing terlihat jelas bahwa ia tidak ingin orang lain mendikte, bahkan menentukan puisi-puisi yang diciptakannya. Selain itu, kekhasannya terletak pada gaya yang dipakainya ketika menulis puisi. Dia dipengaruhi gaya penyair Prancis yang bernama Charles Baudelaire.

Di sisi lain, sebagai orang yang hidup lama di Jepang dan hanya beberapa kali pulang ke Indonesia, tentunya Wing memiliki banyak kesan dan kenangan. Berkaitan dengan itu, sejumlah catatannya mengenai tanah perantauannya itu, dibukukan oleh Yayasan Obor Indonesia.