Salah Asuhan

(1928)
Karya Sastra

Salah Asuhan merupakan novel masa awal tahun 1920-an karangan Abdoel Moeis yang diterbitkan oleh Balai Pustaka. Novel ini diterbitkan pertama kali oleh Balai Pustaka pada tahun 1928. Sampai dengan tahun 1995 novel ini telah mengalami cetak ulang sebanyak 22 kali. Riwayat penerbitan novel ini adalah sebagai berikut.

Cetakan pertama terbit pada tahun 1928, cetakan kedua pada tahun 1942, cetakan ketiga pada tahun 1948. Ketiga cetakan itu memakai ejaan Van Ophuijsen. Cetakan keempat dilakukan pada tahun 1953, cetakan kelima pada tahun 1954, cetakan keenam pada tahun 1956, cetakan ketujuh pada tahun 1958, cetakan kedelapan pada tahun 1961, cetakan kesembilan pada tahun 1967, cetakan kesepuluh pada tahun 1974. Cetakan keempat sampai dengan cetakan kesepuluh telah memakai ejaan Republik atau Ejaan Suwandi. Cetakan kesebelas dilakukan pada tahun 1979, cetakan kedua belas pada tahun 1981, cetakan ketiga belas pada tahun 1982, cetakan keempat belas pada tahun 1983.

Pada tahun 1986 dilakukan dua kali penerbitan buku Salah Asuhan, yaitu cetakan kelima belas dan cetakan keenam belas. Cetakan ketujuh belas dilakukan pada tahun 1987, cetakan kedelapan belas pada tahun 1989, cetakan kesembilan belas pada tahun 1990. Pada tahun 1992 dilakukan dua kali penerbitan Salah Asuhan, yaitu cetakan kedua puluh dan cetakan kedua puluh satu. Cetakan kedua puluh dua dilakukan pada tahun 1993, dan cetakan kedua puluh tiga pada tahun 1995. Dari cetakan kesebelas sampai dengan cetakan kedua belas buku ini telah mempergunakan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD). Dalam penerbitan seri Sastra Klasik, Balai Pustaka menerbitkan Salah Asuhan pada tahun 2008 sebagai cetakan ketiga puluh enam.

Novel Salah Asuhan mempersoalkan percintaan pemuda Bumiputra (Indonesia) yang bernama Hanafi dengan pemudi (Perancis) yang bernama Corrie du Burse. Hanafi rela melepaskan semua atribut keindonesiannya, seperti melepaskan namanya sendiri, kasih sayang ibunya, adat-istiadat Minangkabau, agamanya, dan terakhir tanah airnya, Indonesia. Hanafi mengubah namanya menjadi Christian Han. Hanafi melupakan ibunya dengan mendurhakai ibunya itu. Hanafi melupakan Minangkabau dengan melepaskan gelar Sutan Marajo Ameh. Hanafi meninggalkan Indonesia dengan mendapat hak sebagai orang Barat dari Raja Belanda. Hanafi benar-benar melupakan tumpah darahnya. Akan tetapi, jiwa ketimurannya tidak dapat hilang. Ia mencemburui Corrie sehingga akhirnya Corrie melarikan diri dan meninggal dunia di Semarang. Setelah Corrie meninggal dunia, Hanafi kemudian pulang ke Solok untuk meminta maaf pada ibunya. Penyesalan Hanafi tidak dapat ditebusnya dengan apa pun. Akhirnya, Hanafi melakukan bunuh diri dengan menelan pil sublimat delapan butir.

Cerita Salah Asuhan berlatarkan daerah Minangkabau, Solok, dan Jakarta. Latar adat dikontraskan antara adat Minangkabau dan adat orang Belanda. Tokoh-tokoh yang mendukung cerita ini adalah Hanafi, Corrie du Busse, Rapiah, Mariam (ibu Hanafi), dan Tuan du Busse (ayah Corrie). Novel Salah Asuhan mendapat tanggapan orang dari tahun ke tahun. Tanggapan tersebut datang dari berbagai pihak terutama dari para kritikus sastra kita.

Umar Junus, seorang kritikus Malaysia yang banyak berbicara tentang sastra Indonesia mengatakan bahwa pada novel Salah Asuhan telah timbul skala baru yang membedakannya dengan novel-novel sebelumnya. Novel ini tidak lagi berkisah tentang kisah percintaan dua orang asyik maksyuk, tetapi kisah kehidupan tragis dari seorang tokohnya. Pada novel ini kita jumpai suatu struktur yang lebih kompleks jika dibandingkan dengan berbagai novel sebelumnya. Pendapat Umar Junus itu dikemukakannya dalam buku yang berjudul Perkembangan Novel Indonesia (1974).

A.A. Navis menilai bahwa Salah Asuhan adalah novel yang memperlihatkan seorang tokoh yang hendak maju sampai menyamai kemajuan yang dimiliki oleh orang Belanda. Akan tetapi, Hanafi yang telah menjadi Belanda menurut hukum dan kawin dengan Belanda pula, ternyata kecewa pada kebudayaan Belanda. Hanafi adalah orang yang kecewa. Pendapat A.A. Navis ini dikembangkan dalam artikelnya yang berjudul "Pengaruh Minangkabau dalam Kesusastraan Indonesia", (Jassin, 1987).

A. Teeuw mengomentari buku ini sebagai berikut Salah Asuhan amat menarik oleh temanya dan cara pengarang membicarakan tema. Buku ini menarik karena terus terang membicarakan masalah deskriminasi ras (keturunan bangsa) dan sosial, tetapi perantaraan sastra yang dipergunakan oleh pengarangnya barangkali lebih menarik lagi. Buku ini ditulis dengan cara yang meresap dan tidak sekali-kali merupakan sebuah risalah tentang deskriminasi, sebab gaya karangannya yang amat bersahaja itu, buku ini membangkitkan hubungan yang memasjgulkan tentang tragedi kedua orang muda yang dikutuk oleh undang-undang masyarakat mereka. Pendapat ini dikemukakan oleh Teeuw dalam bukunya yang berjudul Sastra Baru Indonesia 1 (1978).

Sarwadi memberikan komentarnya tentang Salah Asuhan sebagai berikut Salah Asuhan merupakan novel yang menarik sekali dalam beberapa hal lebih berhasil daripada Sitti Nurbaya. Bahasanya lancar dan pengaruh bahasa Minangkabau tidak menganggu jalannya cerita. Kawin paksa tidak lagi menjadi tema pokok cerita. Persoalan kawin paksa terasa sekadar sebagai latar belakang cerita. Pendapat Sarwadi ini dikemukakannya dalam bukunya yang berjudul Rangkuman Sejarah Sastra Indonesia Modern I (1994).

H.B. Jassin mengatakan bahwa Salah Asuhan hendak mengatakan bahwa anggapan tentang kepintaran sekolah merupakan jaminan kebaikan watak dan kejujuran budi adalah tidak benar. Salah Asuhan juga mengkritik secara halus keburukan Barat bagi jiwa Timur, yang kritik itu hanya dapat ditangkap oleh orang yang halus serta dalam perasaannya. Hal itu terlihat pada tokoh Hanafi yang telah mengecap pendidikan Barat dan mau jadi orang Eropa.

Pendapat H.B. Jassin ini dikemukakannya dalam bukunya yang berjudul Kesusastraan Indonesia Modern dalam Kritik dan Esei I (1985).

Novel Salah Asuhan merupakan novel yang penting pada tahun 1920-an. Novel ini merupakan salah satu puncak roman pada masa Balai Pustaka seperti juga novel Sitti Nurbaya. Novel ini telah dicetak di Malaysia, bahkan menjadi buku bacaan wajib di sekolah-sekolah Malaysia. Novel Salah Asuhan telah ditranformasikan ke dalam naskah film. Film itu berjudul Salah Asuhan yang disutradarai oleh Asrul Sani. Konon novel ini juga telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris.