S. Rukiah
(1927—1996)S. Rukiah yang terkenal sebagai penyair, cerpenis, dan novelis lahir di Purwakarta, 25 April 1927 dan meninggal juga di Purwakarta, 6 Juni 1996. Ayahnya bernama Moh. Asih. S. Rukiah dibesarkan di lingkungan keluarga Sunda yang menganut agama Islam. Dia menikah di Purwakarta pada tanggal 2 Februari 1952 dengan Sidik Kertapati, seorang lelaki suku Jawa berasal dari Madiun, Jawa Timur. Mereka bertemu di Karawang pada zaman revolusi.
Pendidikan S. Rukiah berawal dari sekolah Rendah Gadis kemudian ia melanjutkan pendidikan ke sekolah Guru (CVO) selama dua tahun. Setelah menyelesaikan pendidikan dari CVO, S. Rukiah memutuskan untuk menjadi guru di Sekolah Rendah Gadis Purwakarta. Di samping itu, ia juga pernah menjadi sekretaris redaksi majalah Pujangga Baru dan menjadi redaksi di majalah Bintang Timur/Lentera bersama Pramudya Ananta Toer, serta pernah bekerja di Majalah Pendidikan Anak-anak, Cendrawasih, dan anggota Pimpinan Pusat Lekra 1959—1965.
Sejak tahun 1946, S. Rukiah sudah menulis di berbagai majalah, antara lain dalam Gelombang Zaman, dan Mimbar Indonesia. Berkat dorongan Hendra Gunawan, temannya, S. Rukiah akhirnya bisa menjadi penulis yang cukup disegani. Padahal sebelumnya, S. Rukiah beberapa kali mengirimkan hasil karyanya ke berbagai majalah ditolak, tetapi ia tidak putus asa. S. Rukiah sangat senang apabila ada orang yang mau memberinya saran atau kritik untuk karyanya. Dia pernah menulis surat kepada H.B. Jassin, bahwa ada orang yang memfitnahnya dan mengatakan karangan dan sajak-sajak S. Rukiah yang telah dimuat di berbagai majalah itu hasil jiplakan. Sementara itu, H.B. Jassin menanggapi surat S. Rukiah dan menyarankan supaya S. Rukiah mendiamkan saja persoalan itu dan harus memperkuat keberadaan dirinya dalam dunia sastra dengan cara terus mencipta dan meningkatkan mutu karyanya.
Dalam berkarya, S. Rukiah tidak hanya menulis sajak, tetapi juga menulis cerpen dan novel. Kumpulan sajak dan cerpennya telah dibukukan dan diterbitkan oleh Balai Pustaka, Jakarta, 1952, berjudul Tandus yang mendapat hadiah Sastra Nasional BKMN pada tahun 1952.
Buku itu berisi 34 sajak dan 6 cerita pendek (Horison, April 2006). Judul-judul sajak itu adalah (1) "Ilham II", (2) "Adikku Kecil", (3) "Pahlawan", (4) "Buntu Kejaran", (5) "Pohon Sunyi", (6) "Pulasan Hidup", (7) "Kamar Tua", (8) "Buku Kosong", (9) "Sebagian Pertemuan", (10) "Jalan Sementara", (11) "Patung", (12) "Pancaran Dipersimpangan", (13) "Cerita Malam", (14) "Satu Bunga", (15) "Lukisan di Siang Hari", (16) "Piala Kosong", (17) "Kehilangan Surga", (18) "Sahabatku I, II, III, IV", (19) "Kenangan Gelita", (20) "Mencari Kayu", (21) "Dengan Satu Bacaan", (22) "Lagu Buat Saudara", (23) "Engkau dan Nafsu", (24) "Kemungkinan", (25) "Pelajaran", (26) "Kehilangan Lampu", (27) "Antara Menunggu", (28) "Mau Ke-pengabisan", (29) "Cerita Laut", (30) "Tanah Air", (31) "Tanda Tanya", (32) "Cahaya Mau Mati", (33) "Aku Sendirian", dan (34) "Layar Hitam".
Judul-judul cerpen yang terdapat di dalam Tandus, adalah (1) "Mak Esah", (2) "Isteri Perajurit", (3) "Antara Dua Gambaran", (4) "Surat Panjang dari Gunung, (5) "Ceritanya Sesudah Kembali", dan (6) "Sebuah Cerita Malam Ini."
Karyanya yang lain adalah Kejatuhan dan Hati (novel, 1950), Si Rawun dan Kawan-Kawannya (cerita anak, 1955), Teuku Hasan Johan Pahlawan (cerita anak, 1957), Taman Sanjak si Kecil (cerita anak, 1959), Jaka Tingkir (cerita anak, 1962), Dongeng-dongeng Kutilang (cerita anak, 1962), dan Kisah Perjalanan si Apin (cerita anak).
Dua buah karya S. Rukiah yang dianggap memberikan sumbangan berharga dalam kesusastraan Indonesia, adalah novel Kejatuhan dan Hati dan kumpulan sajak dan cerita Tandus. Tandus terbit di Balai Pustaka dua tahun sesudah Kejatuhan dan Hati (H.B. Jassin dalam Kesusastraan Indonesia Modern dalam Kritik dan Esei II 1985). Selain itu, S. Rukiah dinyatakan sebagai seorang guru yang tidak hanya pandai mengajar, tetapi juga pandai mengarang. Karangannya bermutu tinggi, gaya bahasanya lentur, sehingga menarik hati bagi yang membacanya (B.S. dalam majalah Minggu Pagi, No. 118, 1 Agustus 1954).
Di sisi lain, S. Rukiah dinyatakan sangat peduli dengan anak-anak Indonesia. Dia telah merintis persajakan modern buat anak-anak dengan kumpulan sajaknya Taman Sandjak Si Kantjil yang memuat 30 sajak. Buku iu ditujukan kepada anak-anak usia 8—10 tahun (Ajip Rosidi dalam Pustaka dan Budaya, Th. II, No. 5, Maret 1960 tentang S. Rukiah dalam judul "Derap Kaki dan Gelak Anak").
Novel S. Rukiah yang berjudul Kejatuhan dan Hati merupakan novel yang paling indah dan bagus. Novel itu lahir dengan latar belakang suasana revolusi sekitar tahun 1947—1949. Selain itu, jiwa wanitanya sebagai penulis tidak bisa hilang oleh suasana revolusi dan keruhnya politik dan saat itu (S. Tjaki, surat kabar Sulindo, Rabu, 26 April 1961).