Lesbumi

(1954)
Lembaga Sastra

Lesbumi (Lembaga Seniman Budayawan Muslimin Indonesia) merupakan organisasi kebudayaan Nahdhatul Ulama. Usmar Ismail dan Asrul Sani pernah menjabat sebagai ketuanya. Keberadaan Lesbumi merupakan implikasi adanya kekuatan Lekra, organisasi kebudayaan Partai Komunis Indonesia (PKI), yang pada zamannya cukup berpengaruh di bidang kebudayaan. Sebagaimana dalam bidang-bidang lain kegiatan yang dilakukan oleh PKI, di bidang kebudayaan Lekra melakukan salah satu metode komunisme yang sudah terkenal, yaitu meneror orang-orang dan golongan yang dipandangnya tidak sepaham dan tidak dapat diajak bekerja sama. Dalam dunia sastra pun satu per satu sastrawan yang mempunyai paham berbeda dengan Lekra "diserang" dan "dikritik habis", antara lain, Sutan Takdir Alisjahbana dan Hamka (Masyumi) adalah orang-orang yang menjadi sasaran Lekra. Buku-buku mereka dituntut supaya dilarang digunakan, baik di sekolah-sekolah maupun di masyarakat. Hal yang serupa juga dilakukan Lekra terhadap para pengarang penanda tangan Manifes Kebudayaan.

Pengarang, seniman, dan budayawan diteror supaya dapat bergabung dengan Lekra. Kalau tidak mau bergabung, mereka akan ditumpas habis. Di satu sisi teror intensif yang dilakukan Lekra itu menyebabkan banyak budayawan, seniman, dan pengarang menggabungkan diri dengan Lekra dengan alasan demi keselamatan. Namun, di sisi lain tidak sedikit seniman, budayawan, dan pengarang yang bertahan memegang prinsip menolak komunisme. Mereka yang tidak sepaham dengan Lekra berusaha menggabungkan diri pada organisasi-organisasi kebudayaan yang bernaung pada partai nasionalis dan agama yang ada pada saat itu. Untuk mengikuti jejak PKIdengan Lekranya, partai-partai yang ada membentuk organisasi kebudayaan. Ketika desakan Lekra begitu kuat, NU pun melalui Asrul Sani dan Usmar Ismail mendirikan oganisasi kebudayaan dengan nama Lesbumi (Lembaga Seniman dan Budayawan Muslim Indonesia) yang dibentuk tahun 1954.

Sebagai organisasi kebudayaan yang berinduk pada partai (agama), kedudukan Lesbumi sejajar dengan Lekra, tetapi dalam hal penerbitan Lesbumi sangat terbatas dan tidak mampu menyaingi Lekra yang memiliki jaringan luas. Terbitan Lesbumi terbatas pada ruang kebudayaan yang menumpang pada surat kabar partai NU dengan nama Duta Masyarakat. Duduk sebagai dewan redaksi pada "Muara" itu, antara lain, adalah H.M. Jusa Biran dan Asrul Sani. Ruang kebudayaan "Muara" tidak berumur panjang. Demikian pula sesudah masa terjadinya Gestapu, Lesbumi sempat menerbitkan majalah kebudayaan bulanan Gelanggang dengan pimpinan Asrul Sani, tetapi hanya terbit tiga nomor. Sementara itu, karya dalam bentuk buku tidak satu pun diterbitkan oleh Lesbumi.