Hadiah Yamin
(1963)Hadiah Yamin merupakan hadiah yang diberikan oleh Yayasan Yamin kepada para pengarang. Pemberian hadiah itu dilakukan oleh suatu panitia yang dipimpin oleh Dr. Chairul Saleh untuk memberikan penghargaan pada orangIndonesia yang dianggap paling berhasil dalam tahun 1963. Yayasan Yamin pada tanggal 19 dan 20 Juni 1964 telah membentuk juri yang diketuai oleh Dj. Adinegoro, wakil ketua Ny. Dr. Jetty Rizali Noer, dan anggotanya adalah (1) G.M. Charidije, (2) Wongsonegoro S.H., (3) RM Harjoto, (4) Munadjad Danusaputro S.h., (5) Sumantoro, dan (6) Mohd. Said.
Rencananya penghargaan itu akan diberikan setiap tahun, tetapi ternyata yayasan itu hanya memberikan hadiah pada tahun 1964 saja. Pada tahun 1964, Yayasan Yamin yang berkedudukan di Jakarta memberikan hadiah untuk berbagai bidang, termasuk bidang kesusasteraan. Hadiah sastra diberikan kepada buku yang terbit tahun 1963, yakni karya Trisnoyuwono (Pagar Kawat Berduri), Toha Mohtar (Daerah Tak Bertuan); Pramoedya Ananta Toer (Orang-orang Baru dari Banten Selatan; dan Bur Rasuanto (Mereka Akan Bangkit). Namun, Bur Rasuanto menolak hadiah itu.
Chairul Saleh, sebagai ketua, memberikan keterangan bahwa hadiah yayasan Yamin, walaupun sangat kecil, dalam bidang kesusastraan dapat menempatkan hasil karya itu di pusat perhatian masyarakat Indonesia dan merangsang pertumbuhan, serta perkembangan kesusastraan kita. Yayasan Yamin memberikan hadiah dan piagam pada tahun 1964 kepada empat orang pengarang dan dua orang sarjana. Empat orang pengarang itu adalah Toha Mochtar atas novelnya Daerah Tak Bertuan sebagai penerima hadiah pertama, Pramoedya Ananta Toer atas novelnya Sekali Peristiwa di Banten Selatan sebagai penerima hadiah kedua, Trisnojuwono atas novelnya Pagar Kawat Berduri sebagai penerima hadiah ketigadan Bur Rasuanti atas cerpennya Mereka akan Bangkit sebagai penerima hadiah keempat. Dua orang sarjana yang mendapat hadiah itu adalah Prof. Dr. Slamet Muljono dan Drs. Nugroho Notosusanto. Para sastrawan tersebut mendapat piagam penghargaan dan uang tunai sebesar Rp200.000,00 untuk hadiah pertama, Rp150.000,00 untuk hadiah kedua, Rp100.000,00 untuk hadiah ketiga, dan Rp50.000,00 untuk hadiah keempat. Sementara itu, hadiah untuk dua sarjana itu masing-masing berupa uang tunai sebesar Rp450.000,00.
Pemberian hadiah itu mendapat beberapa tanggapan, baik dari para pemenang maupun dari para pengamat. Misalnya, Pramoedya Ananta Toer memasalahkan dipilihnya Bur Rasuanto sebagai penanda tangan Manikebu nomor 8 dan juri Sumantoro sebagai tokoh utama Klun BPS yang sudah dipecat, baik oleh Persatuan Wartawan Indonesia Jakarta maupun oleh Persatuan Wartawan Indonesia Pusat. Tulisannya itu dimuat dalam surat kabar Harian Rakyat Minggu, tahun XIV, nomor 3974 tertanggal 3 Januari 1965 yang menyebutkan bahwa dalam pengumuman "Yayasan Yamin" itu tidak dicantumkan dengan jelas siapa saja juri dalam pemberian hadiah dan piagam itu. Pramoedya juga menjelaskan bahwa terpilihnya "Sekali Peristiwa di Banten Selatan" dibuat sebagai hasil turun ke bawah pada tahun 1958 sambil membantu membereskan persoalan Tambang Tjikotok untuk memenuhi harapan pihak militer (secara tidak resmi). Menurutnya, pemilihan ini secara langsung bertentangan dengan strategi pemberian hadiah yang mengangkat kembali tokoh-tokoh Manikebu/KK-PSI. Toha Mochtar yang terpilih mendapat hadiah pertama telah mengirimkan surat kepada yayasan ini untuk minta penjelasan dasar politik penilaian karya-karya tersebut. Hal itu diungkapkan karena dalam penentuan itu pula diikutsertakan orang Manikebu sehingga tidak jelas garis antara Manikebu dan Manipolis. Pandangan lain ialah dari Asbari Nurpatria Kresna (Warta dunia, Th. VI, No. 3. 8 Januari 1965) yang mencoba memberi usulan untuk menyatukan hadiah-hadiah itu sebagai hadiah yang bercorak nasional. Hal itu dilakukan karena melihat adanya penolakan hadiah sastra yang berlatar prinsip politik pengarang atau pribadi. Oleh karena itu, menurut Asbari, sebaiknya persoalan prinsip haruslah menjadi perhatian dari orang-orang atau yayasan yang akan memberikan hadiah.