Gelanggang Seniman Merdeka
(1946)Gelanggang Seniman Merdeka merupakan sebuah perkumpulan seniman yang berdiri di Jakarta pada tahun 1946. Perkumpulan itu berdiri atas prakarsa tiga serangkai tokoh Angkatan '45, Chairil Anwar, Asrul Sani, dan Rivai Apin. Kata gelanggang yang dipakai pada awal nama perkumpulan ini berasal dari nama ruang budaya majalah mingguan Siasat, "Gelanggang". Ketiga tokoh ini memang pengasuh ruang "Gelanggang" tersebut. "Gelanggang" ini jugalah yang digunakan sebagai ruang gerak para seniman perkumpulan itu untuk mencetuskan gagasan, ide, dan cita-cita mereka.
Seniman yang berkumpul dalam "Gelanggang Seniman Merdeka" ini bukan hanya pengarang, melainkan juga pelukis, musikus, dan seniman lain. Anggotanya, antara lain, adalah Mochtar Apin (pelukis), Henk Ngantung (pelukis), Baharuddin M.S. (pelukis), Basuki Resobowo (pelukis), Pramoedya Ananta Toer (pengarang), Usmar Ismail (pengarang), Mochtar Lubis (pengarang), dan Sitor Situmorang (pengarang).
Motivasi yang melatarbelakangi lahirnya perkumpulan seniman ini ialah idealisme seniman angkatan "45, yang diprakarsai oleh Chairil Anwar, Asrul Sani, dan Rivai Apin, untuk lepas dari ikatan-ikatan atau pengaruh-pengaruh dari angkatan sebelumnya dan juga pihak penguasa yang mereka anggap munafik dan memasung kreativitas seni. Mereka menentang chauvinisme dan menganut paham bahwa seni itu bersifat universal, tidak terkotak-kotak.
Pada tanggal 19 November 1946 lahirlah preambul Gelanggang. Isinya seolah-olah menyuarakan era baru dengan menolak semangat Pujangga Baru dan menggantikannya dengan kesadaran membangun kebudayaan Indonesia atas usaha dan kemampuan sendiri dengan tidak melupakan peninggalan kekayaan kultural nenek moyang.
Puncak kreativitas mereka ialah diproklamasikannya "Surat Kepercayaan Gelanggang", satupernyataan sikap yang dijadikan dasar pegangan bagi anggota perkumpulan ini yang konsep awalnya berasal dari Asrul Sani. Isi lengkap surat pernyataan ini ialah sebagai berikut.
"Surat Kepercayaan Gelanggang"
Kami adalah ahli waris yang sah dari kebudayaan dunia dan kebudayaan ini kami teruskan dengan cara kami sendiri. Kami lahir dari kalangan orang banyak dan pengertian rakyat bagi kami adalah kumpulan campur-baur dari mana dunia-dunia baru yang sehat dapat dilahirkan.
Ke-Indonesiaan kami tidak semata-mata karena kulit kami yang sawo matang, rambut kami yang hitam, atau tulang pelipis kami yang menjorok ke depan, tetapi lebih banyak oleh apa yang diutarakan oleh wujud pernyataan hati dan pikiran kami.
Kami tidak akan memberikan suatu kata-ikatan untuk kebudayaan Indonesia. Kalau kami berbicara tentang kebudayaan Indonesia, kami tidak ingat kepada melap-lap hasil kebudayaan lama sampai berkilat dan untuk dibanggakan, tetapi kami memikirkan suatu penghidupan kebudayaan baru yang sehat. Kebudayaan Indonesia ditetapkan oleh kesatuan berbagai-bagai rangsang suara yang disebabkan oleh suara-suara yang dilontarkan dari segala sudut dunia dan yang kemudian dilontarkan kembali dalam bentuk suara sendiri. Kami akan menentang segala usaha-usaha yang mempersempit dan menghalangi tidak betulnya pemeriksaan ukuran nilai.
Revolusi bagi kami ialah penempatan nilai-nilai baru atas nilai-nilai usang yang harus dihancurkan. Demikian kami berpendapat bahwa revolusi di tanah air kami sendiri belum selesai.
Dalam penemuan kami, kami mungkin tidak selalu asli; yang pokok ditemui itu ialah manusia. Dalam cara kami mencari, membahas, dan menelaahlah kami membawa sifat sendiri.
Penghargaan kami terhadap keadaan keliling (masyarakat) adalah penghargaan orang-orang yang mengetahui adanya saling pengaruh antara masyarakat dan seniman.
Jakarta, 18 Februari 1950
"Surat Kepercayaan Gelanggang" ini pertama kali diumumkan pada tanggal 23 Oktober 1950 melalui ruang kebudayaan majalah mingguan Siasat, "Gelanggang". Pada saat surat kepercayaan ini diumumkan, Chairil Anwar, salah seorang pengonsep "Surat Kepercayaan Gelanggang" itu, telah meninggal dunia (28 April 1949).
Meskipun tidak ada hubungan organisatoris antara Angkatan '45 (yang memang bukan merupakan organisasi) dan perkumpulan "Gelanggang Seniman Merdeka", orang hingga sekarang biasanya selalu berpaling pada "Surat Kepercayaan Gelanggang" tersebut kalau hendak merumuskan konsepsi Angkatan '45 tentang hidup dan seni. "Surat Kepercayaan Gelanggang" yang dihasilkan oleh Gelanggang Seniman Merdeka ini seolah-olah menjadi landasan ideal Angkatan '45.