Aki

(1950)
Karya Sastra

Aki merupakan novel yang ditulis Idrus dan pertama kali diterbitkan oleh Balai Pustaka pada tahun 1950 dengan tebal 45 halaman. Novel ini bercerita tentang seorang lelaki bernama Aki pengidap tuberculosis akut yang pada usia 29 tahun sudah tampak seperti berusia 40 tahun. Ia dikenal sebagai pekerja yang serius. Pada suatu malam ia meramalkan bahwa kematiannya akan tiba pada tanggal 16 Agustus. Istri, anak, dan semua rekan kerjanya mempercayainya. Namun, Aki tetap bekerja dengan sungguh-sungguh.

Saat tanggal kematian yang diramalkannya tiba, Aki tertidur pulas dan istrinya, Sulasmi, menyangka bahwa Aki sudah meninggal. Namun, saat semua orang masuk ke kamarnya ternyata Aki sedang duduk sambil merokok, mereka berlarian keluar rumah ketakutan karena beranggapan bahwa yang mati hidup kembali.

Sulasmi dan kedua anaknya bersyukur karena Aki tidak jadi mati. Ramalan yang pernah diucapkan Aki meleset, tetapi semenjak itu Aki berubah sikap. Ia menjadi seorang yang berpenampilan jauh lebih muda dari usia sebenarnya. Ia kuliah lagi dengan cita-cita bahwa hidupnya akan diabdikan untuk kepentingan ilmu dan pekerjaannya.

Pamusuk (1982) menegaskan bahwa ketika orang memikirkan mati dan tak bernafsu untuk hidup, orang cenderung pesimis, tak bergairah. Akan tetapi, apabila ingin mempertahankan hidup, orang cenderung untuk bersikap optimis.

Teeuw (1980) dalam bukunyan Sastra Baru Indonesia Jilid 1 menyatakan bahwa roman pendek Idrus yang paling baik adalah Aki karena leluconnya yang ringan, yang dibiarkan berkembang sepenuhnya, dan temanya yang tidak bersifat >real.

Sementara itu, H.B. Jassin dalam bukunya Kesusastraan Indonesia Modern dalam Kritik dan Esai Jilid 2 (1967) menyatakan bahwa Idrus dengan karyanya Aki tidak saja pandai dalam bercerita, tetapi melalui karya ini Idrus ingin menyampaikan sesuatu, yakni nilai-nilai kehidupan yang merupakan pandangan hidup pengarangnya. Idrus melalui karyanya ini menyampaikan kepada kita pertanyaan-pertanyaan dan jawaban-jawaban yang kita sendiri ingin tanyakan dan kita sendiri ingin jawab.

Komentar pemerhati terhadap novel tersebut lebih terpumpun pada tema yang memang aneh. Ihwal orang yang meramalkan hari kematiannya menunjukkan bahwa, dalam konteks kehidupan sosial budaya pada zamannya, kehadiran novel karya Idrus itu memberikan pesan perlunya sikap optimis menghadapi carut-marut kehidupan selepas revolusi kemerdekaan.