Semar Gugat

(1995)
Karya Sastra

Semar Gugat merupakan salah satu drama atau lakon karya N. Riantiarno yang diterbitkan oleh yayasan Bentang Budaya, Yogyakarta, tahun 1995. Latar dan tokoh lakon ini mengambil dari dunia pewayangan, seperti tiga lakon Riantiarno yang lain, yaitu Konglomerat Burisrawa (1990), Kala (1997), dan Republik Bagong (2001). Lakon setebal 112 halaman ini terdiri atas 1 bagian pembuka, 30 bagian isi (adegan), dan 1 bagian penutup. Pada bagian pembuka hanya berupa satu bait sajak tanpa judul. Pada bagian kedua secara eksplisit dinomori dengan angka Arab (1--30 yang pada umunya berupa dialog-dialog). Di samping dinomori dengan angka arab, pada bagian ini juga ditandai dengan petunjuk pemanggungan yang berbunyi "lampu berubah" di setiap akan terjadi pergantian nomor. Pada bagian ketiga atau bagian penutup takon ini berupa sajak berjudul "Nyanyi Sunyi Jagat Raya" sebanyak empat bait.Lakon ini pertama kali dipentaskan oleh Teater Koma pada tanggal 25 November sampai dengan 8 Desember 1995 di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Menurut pengamatan Janarto (1997: 267 dan 358), selama lebih kurang empat belas malam itu, Gedung Graha Bhakti Budaya yang berkapasitas delapan ratus tempat duduk itu selalu dipadati penonton. Hal itu membuktikan bahwa lakon Semar Gugatsangat diminati khalayak, seperti lakon-lakon karya N. Riantiarno yang lain. Lakon Semar Gugat ini merupakan produksi ke-78 Teater Koma dan dapat dianggap sebagai salah satu karya puncak Teater Koma setelah Bom (1982), Opera Ikan Asin(I983), Opera Kecoa (1985), Sandiwara Para Btnatang (I987), Opera Primadona (1988), dan Sampek Engtay (1989).

Sebagai sebuah cerita yang mengambil latar dan tokoh dari dunia pewayangan, lakon Semar Gugat berkemungkinan memiliki keuntungan dan sekaligus kerugian. Keuntungannya, masyarakat penikmat yang mengenal wayang dengan baik (seperti Jawa, Sunda, dan Bali) akan mudah memahami lakon ini. Akan tetapi lakon ini akan dipandang sebagai karya yang tidak bermutu oleh sementara orang yang tidak mengenal budaya wayang.

Di dalam dunia wayang, Semar adalah saudara tua Batara Guru yang mengejawantah 'membumi' menjadi salah satu ptarakawan 'sahabat yang arif dan mengabdi kepada ksairia berbudi luhur (dalam hal ini ksatria Pandawa). Sekalipun abdi, Semar diyakini memiliki kelebihan-kelebihan sehingga nasihat-nasihatnya selalu diturut. Namun demikian, pada kenyataannya Sernar tidak selamanya mampu mempertahankan sifat ke-punakawart-nya itu. Pada lakon Semar Gugat ini, Semar tidak melakukan perlawanan saat kuncungnya dipotong di depan umum oleh Arjuna (kuncung Semar dijadikan maskawin dalam perkawinan Arjuna dengan Srikandi). Namun, Semar merasa terhina, kemudian marah dan lalu mengadukan nasibnya kepada dewata (menggugat).

Danardana (1999) pernah mengupas lakon Semar Gugat ini dalam tulisannya yang berjudul "Semar Gugat: Cermin Kefatalisan N. Riantiarno". Danardana juga pernah meneliti lakon ini dalam penelitian rutinnya di Subbidang Sastra, Pusat Bahasa dengan judul "Memahami Lakon Semar Gugat Karya N. Riantiarno" (2002) dan "Dua Lakon Wayang N Riantiarno Konglornerat Burisrawa dan Semar Gugat" (2003). Sebagai ulasan yang lebih lengkap tentang Semar Gugat ini Danardana menuangkannya dalam tesis yang berjudul "Pelanggengan Kekuasaan Analisis Struktur Teks Dramatik Lakon Semar Gugat Karya N. Riantiarno" (Program Pasca Sarjana, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Jakarta).