Chairul Harun

(1940—1998)
Pengarang

Chairul Harun, pengarang novel Warisan, lahir pada bulan Agustus 1940 di Kayutanam, Sumatra Barat dan meninggal dunia pada 19 Februari 1998 di Padang, Sumatra Barat. Pendidikan yang pernah ditempuhnya adalah sekolah dasar, tamat tahun 1953, sekolah menengah pertama di Solok, tamat tahun 1956. Setamat dari SMP, Chairul Harun melanjutkan ke SPSA Negeri Surakarta dan tamat tahun 1959 lalu melanjutkan ke jurusan Publistik, Fakultas Sosial Politik, Universitas Ibnu Khaldun 1960, tetapi tidak tamat.

Sejak tahun 1960 Chairul Harun menjadi pegawai GIA Jakarta. Akan tetapi, ia hanya bekerja selama tiga tahun kemudian menjadi pegawai Jawatan Transmigrasi Palu, Sulawesi Tengah (1961). Tahun 1962 ia menjadi redaktur Sinar Masa di Pekanbaru. Selanjutnya, pada tahun 1963—1965 Chairul Harun bekerja sebagai pemimpin redaksi surat kabar Aman Makmur Padang, tahun 1967—1968 ia bekerja sebagai wartawan Angkatan Bersenjata di Padang. Tahun 1971—1979 ia menjadi koresponden majalah Tempo dan menjadi dosen tidak tetap pada Akademi Karawitan Indonesia di Padang Panjang. Selain itu, Chairul Harun juga menjabat sebagai ketua Badan Koordinasi Kesenian Nasional Indonesia (BKKNI) Sumatra Barat dan sampai akhir hayatnya ia mengajar mata kuliah teater di Jurusan Minangkabau, ASKI Padang. BKKNI ini pada mulanya bernama Perkemahan Seniman dan bertujuan untuk memasyarakatkan seni.

Sebagai sastrawan, Chairul Harun selalu mengembangkan diri dan menambah wawasannya melalui berbagai kegiatan. Dia sering mengikuti seminar, seperti Pertemuan Pengarang, Konferensi Gapena di Kuala Trengganu, Malaysia, Pertemuan Sastrawan, dan Seminar Teater. Di samping itu, ia juga pernah melawat ke luar negeri untuk mengikuti pelatihan jurnalistik di Amerika Serikat. Di daerah Anaheim, California, Amerika Serikat, Chairul Harun menjadi redaksi surat kabar The Eagle Eye.

Chairul Harun sejak tahun 1959 sudah menulis cerita untuk anak-anak dan dimuat dalam majalah Kuncung. Selain itu, sejak tahun 1968 Chairul Harun mempelajari masalah kebudayaan Minangkabau melalui sastra, seni, teater, filsafat, dan lembaga-lembaga kebudayaan yang lain. Bahkan, Chairul Harun telah menyadur kaba Cindua Mato dan Sutan Pangaduan ke dalam bahasa Indonesia.

Sebagai sastrawan, Chairul Harun banyak menghasilkan karya sastra, seperti puisi, cerpen, dan novel. Berikut ini daftar karya-karya Chairul Harun (1) Tiga Kumpulan Sajak, terbit tahun 1968 di Padang oleh penerbit Studi Klub Padang, (2) Ganda Hilang terbit tahun 1981, di Padang oleh penerbit Studi Klub Padang, (3) Warisan (novel) terbit tahun 1983, di Jakarta, oleh penerbit Pustaka Jaya, (4) Monumen Safari (kumpulan puisi) terbit tahun 1966, (5) Matajo (cerita anak), (6) Basoka (cerita anak), (7) Maranginang (cerita anak), (8) 60 Jam yang Gawat (cerita anak), (9) Teratai Kerinci (cerita anak), (10) Cindua Mato, (11) Sutan Pangaduan (saduran), dan (12) "Sastra sebagai Human Control" dimuat dalam Dua Puluh Sastrawan Bicara (antologi esai), terbit tahun 1984.

Peranan Chairul Harun dalam kehidupan sastra cukup baik. Hal itu, dapat dibuktikan dari para pendapat pengamat sastra mengenai karya-karya Chairul Harun. Veven S.P. Wardhana menyoroti novel Warisan karya Chairul Harun (Sinar Harapan, 20 September 1980). Menurut Veven, novel Warisan ini berisi persengketaan warisan yang berlatar adat-istiadat Minangkabau yang dalam tata sosialnya mengenal sistem matrilineal, yaitu sistem kekerabatan garis ibu.

Menurut Bill Watson, Chairul Harun langsung memasalahkan adat itu sendiri, dalam hal ini tentang pembagian harta warisan di negeri Minangkabau. Hal tersebut akan menambah khazanah sastra kita. Apalagi, kalau sastra itu dihubungkan dengan sosiologi. Novel Warisan karya Chairul Harun secara tematik masih mempersoalkan adat yang berlaku dalam masyarakat Minangkabau. Ditinjau secara keseluruhan, novel ini tampak sengaja menampilkan sisi kelabu perilaku masyarakat Minangkabau yang secara sengaja ataupun tidak memanfaatkan sistem kekerabatan yang berlaku di sana. Jadi, bagaimanapun bentuk adat-istiadatnya, ia akan tetap menghadirkan sisi negatifnya jika manusia-manusianya sendiri dirasuki sifat tamak dan semata-mata mencari kesenangan duniawi.